Pages

Ratakan 728x90

Sabtu, 26 Desember 2015

HAKEKAT NABI MUHAMMAD SAW

MAQOM MAHMUD

Dalam syair-syair Maulid yang dikarang oleh para ulama, sering sekali dimulai atau dikutip ayat mulia, yang menggambarkan kedatangan Rasul Mulia SAW, adalah ayat berikut:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.(QS At-Taubah 128)

Berdasarkan Sirah (sejarah) yang paling dikenal, pada hari-hari ini bulan ini, lebih dari 14 abad silam, seorang Insan terbaik terlahir. Seluruh alam bersuka cita menyambut makhluk terbaik ini… Nabi dan Rasul terbaik, Muhammad SAW.

Rasul mulia yang dipuji langsung oleh Allah SWT sendiri dengan berbagai kebaikan, seperti Nur (sang cahaya), uswatun hasanah, la’ala khuluqin adziem (memiliki akhlaq yang agung), rahmatan lil alamin,rauf-rahim, dll. Di antara kemulian yang disebut adalah maqaman mahmudah (kedudukan yang terpuji), sebagaimana ayat tentang tahajud:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (al- isra’ [17]: 79)

Ketinggian maqam Muhammad tentu bukan hal yang mudah untuk diketahui. Bahkan hampir-hampir mustahil. Namun dengan melihat hadis berikut mungkin saja bisa mengantar kita untuk sedikit mengetahui siapa itu Muhammad lewat lisannya sendiri.

Daam Kajian Tasawuf ada sebuah Riwayat Hadist, bahwa Nabi SAW bersabda:
انا احمد بلا ميم انا عرب بلا عين
“Aku adalah Ahmad tanpa mim, dan Aku adalah Arab tanpa ain”.

Ahmad tanpa mim (m) akan berarti ahad (Esa), yang merupakan sifat Allah yang sangat unik. Mim yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Allah dalam diri Muhammad pada hakekatnya adalah bayangan Ahad yang ada di alam semesta. Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Khaliqnya. Mim adalah jembatan yang menghubungkan para Kekasih Allah dengan Sang Kekasihnya yang mutlak. 

Dengan kata lain Muhammad adalah mediator antara makhluk dengan Allah SWT. Dialah mazhar al-Haq atau tempat kebenaran dan realitas Allah menampak di dunia ini. Dialah “Zahirnya Allah di tengah makhluk-makhluk-Nya. Dialah aktivitas Allah yang dapat dilihat manusia dengan matanya, karena Allah SWT sendiri tak dapat dilihat . Iqbal berkata, Duhai Rasul Allah Dengan Allah aku berbicara melalui tabirmu Denganmu tidak, Dialah Batinku, Dikaulah Zahirku.

Menurut Iqbal, Muhammad benar-benar berfungsi “mim” yang “membumikan” Allah dalam kehidupan manusia. Dialah “Zahir”nya Allah; dialah Syafi'(yang memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan Tuhannya. Ketika anda ingin merasakan kehadiran Allah dalam diri anda, hadirkan Muhammad. Ketika anda ingin disapa oleh Allah, sapalah Muhammad. Ketika anda ingin dicintai Allah, cintailah Muhammad. Qul inkuntum tuhibbunallah fat tabi’uni yuhbibkumullah, “Apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Muhammad) kelak Allah akan cinta kepada kalian.” Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Sebab seperti kata Nabi, “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.”

MARTABAT WAHDAH

Dalam susunan Martabat Tujuh kedudukan Nabi Muhammad adalam masuk dimensi Martabat Wahdah. Pada martabat wahdah, lahir segala sifat dan asma secara ijmal atau terhimpun utuh. Martabat ini disebut sebagai hakikat Muhammad dan menjadi asal dari segala yang hidup dan maujud.

Muhammad dipahami sebagai hawiyatul ‘alam atau hakikat alam dan segala sesuatu sebagaimana hadis yang bersumber dari Jabir ra.

“Awal mula yang dijadikan Allah Ta’ala itu adalah cahaya Nabimu hai Jabir. Kemudian dijadikan dari padanya segala sesuatu. Sedangkan dirimu merupakan salah satu dari sesuatu itu.”

Hadis lain menerangkan,
“Aku dari Allah dan segala mukmin itu dariku.”

Ada pula hadis yang menjelaskan,
“Bahwasanya Allah Ta’ala telah menjadikan Ruh Nabi Muhammad SAW dari Zat-Nya dan menjadikan sekalian alam dari nur Muhammad.”

Sebuah riwayat Abdur Razaq ra. yang berasal dari Sayyidina Jabir ra. menyatakan,
“Jabir datang kepada Rasulullah SAW dengan pertanyaan: ‘Ya Rasulullah, khabari aku tentang awal mula suatu yang dijadikan Allah Ta’ala.’ Maka kata nabi, ‘Hai Jabir, bahwasanya Allah Ta’ala telah menjadikan terlebih dahulu dari sesuatu itu Nur Nabimu yang telah tercipta dari Zat-Nya.’”

Pemahaman tentang Nur Muhammad berasal dari Zat-Nya dapat diilustrasikan pada pengertian antara cahaya matahari dan wujud matahari. Dalam sudut pandang rupa, cahaya bukanlah matahari dan matahari juga bukan cahaya. Keduanya mempunyai wujud dan sifat masing-masing. Tapi dilihat dari makna yang hakiki, cahaya merupakan diri matahari, karena tak akan ada cahaya tanpa matahari dan sebaliknya tak akan disebut matahari tanpa mengeluarkan cahaya. Jadi pada hakikatnya cahaya adalah diri matahari itu sendiri, dan tidak lain.

Memahami nur sebagai diri Muhammad jangan seperti memahami cahaya secara harfiah, melainkan harus kepada esensi sebagaimana Allah juga menamakan diri-Nya sebagai sumber cahaya langit dan bumi,
“Allah Pemberi cahaya kepada langit dan bumi.” (An Nur: 35).

Sumber : https://www.facebook.com/notes/cahaya-gusti/


Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
Posts RSSComments RSSBack to top
© 2011 Bengkel Pikiran ∙ Designed by BlogThietKe
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0